Seperti pada malam-malam sebelumnya, Jogja hujan. Jogja selalu membawa hawa yang begitu berbeda nan indah ditiap malamnya. Jogja, kamu istimewa.


Sesudah aktifitas seperti biasanya juga kami pergi untuk mencari tempat makan asyik disekitar Jalan Magelang sebelum kami kembali ke singgahan masing-masing. Kami sepakat untuk makan bakmi malam ini. Saya setuju.


Awalnya, tiada tetesan air sedikitpun yang turun. Semakin kami sampai, rintik-rintik mulai jatuh dan membasahu aspal-aspal yang sudah seharian kering. Beruntung sampai kami memesan makanan, hanya gerimis yang terjadi.


Di ujung meja saya lihat ada sepasang suami istri. Yang tidak biasa dari mereka adalah mereka yang sudah bisa dibilang tua dan mereka duduk berhadapan.


Sepasang kakek nenek yang belum terlalu tua itu menyantap bakmie godok pesanan mereka sambil sesekali tersenyum dalam tatapan. Ya tuhan, saya terenyuh. Saya tersentuh. Saya meluruh.


Kakek itu. Sungguh menggambarkan Bapak. Bapak dirumah yang selalu romantis disetiap kesempatan. Selalu membahagiakan disetiap keadaan. Selalu berusaha disetiap keterbatasan. Selalu memberi disetiap kesederhanaan.


Malam ini hujan turun. Malam ini tiba-tiba terasa sunyi. Suara kendaraan dan air rintik yang menghujam atap terpal warung bakmi ini sama sekali tidak mengganggu lamunan ini.


Saya rindu, Bapak. Terlalu banyak pengorbanan yang kubalas kelalaian. Maaf pak, saya belum bisa beri apa-apa. Hanya keluhan, ocehan dan bentakan yang saya buat. Itu buruk, itu tidak baik. Untuk bapak, saya minta maaf.


Malam ini, Jogja hujan. Malam ini, saya menangis dalam lamunan.